5.02.2012

PENGEMBANGAN KURIKULUM

NAMA           : ERIC SUWARDANI
NIM                : 08103244029
KELAS          : PLB B
UJIAN            : PENGEMBANGAN KURIKULUM


1.                  Model kurikulum pada pendidikan inklusi:
-          Model kurikulum regular penuh
-          Model kurikulum regular dengan modifikasi
-          Model kurikulum PPI
a.       Pengertian
Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait. Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program (IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut akan ditentukan.
(http://fuadinotkamal.wordpress.com/2011/04/12/pendidikan-inklusif/)
b.      Perbedaan
Perbedaan dari ketiganya sudah nampak pada pengertiannya.
Model kurikulum regular penuh, Peserta didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler ,sama seperti teman-teman lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajar. Model kurikulum regular dengan modifikasi, kurikulum regular dimodifikasi oleh guru dengan mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Model kurikulum PPI, kurikulum disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang melibatkan berbagai pihak. Guru mempersiapkan Program Pembelajaran Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang Kurikulum Sekolah. Model ini diperuntukan bagi siswa yang tidak memungkinkan mengikuti kurikulum reguler.
c.       Keunggulan dan kelemahan
Model kurikulum regular penuh
Keunggulan:
Peserta didik berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. (Freiberg, 1995)
Kelemahan:
Peserta didik berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan mengikuti mata pelajaran ”menggambar.” Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa disability tidak bisa ”menggambar.” Tapi, karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ”ketat”, ”tidak fleksibel,” tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa disability untuk melakukan ”adaptasi atau subsitusi” –untuk mata pelajaran ”menggambar” tersebut.
Model kurikulum regular dengan modifikasi
Keunggulan:
Peserta didik berkebutuhan khusus dapat diberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelemahannya:
Tidak semua guru di sekolah regular paham tentang ABK. Untuk itu perlu adanya sosialisasi mengenai ABK dan kebutuhannya.
Model kurikulum PPI
Keunggulan:
Peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
Kelemahan:
Guru kesulitan dalam menyusun IEP dan sangat membutuhkan waktu yang banyak.
d.      Kurikulum PPI

BINA KOMUNIKASI PERSEPSI BUNYI DAN IRAMA
UNTUK ANAK TUNARUNGU DI KELAS INKLUSI

  1. Pendahuluan
Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan tak terkecuali anak tunarungu.
Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum menempatkan anak tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini dapat dipenuhi, yaitu:
1.      Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup
2.      Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus memiliki guru pendamping
3.      Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu
4.      Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip intersubyektivitas dan prinsip kekonkritan.
5.      Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus.
6.      Sarana dan prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus
Jika persyaratan diatas telah dipenuhi, maka selanjutnya pembelajaran di kelas inklusi bagi anak tunarungu dapat dilakukan. Pembelajaran tunarungu yang paling utama dan terutama adalah pembelajaran bahasa. Sekolah yang di dalamnya terdapat anak tunarungu, hendaknya memiliki ruang BKPBI (Bina komunikasi persepsi bunyi dan irama) sebagai pendukung dalam membelajarkan anak tunarungu dalam mengolah bahasanya. Sehingga kemampuan berbahasa anak tunarungu dapat ditingkatkan dan semakin berkembang.
Guru berlatarbelakang pendidikan luar biasa kajian tunarungu, sangat diperlukan dalam mengembangkan bahasa anak tunarungu melalui BKPBI dan Bina Wicara. Untuk itu sekalipun berada di kelas inklusi namun anak tunarungu tetap mendapatkan latihan (BKPBI dan Bina Wicara) BKPBI dan Bina Wicara ini sebaiknya diberikan secara rutin dan terus menerus hingga kosa kata anak bertambah banyak dan pada akhirnya mampu berkomunikasi dengan baik dan benar.
A.                Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama
Manusia yang berpendengaran normal memiliki latar belakang bunyi-bunyian yang memberikan arti yang sangat penting bagi kejiwaan manusia. Dengan adanya latar belakang bunyi-bunyian ini manusia akan mempunyai kontak terus menerus dengan orang dan alam sekitar. Keadaan ini membuat manusia merasa aman dan memperkaya penghayatan terhadap segala sesuatu yang dialaminya.
Anak tunarungu tidak menghayati adanya bunyi latar belakang seperti anak normal tetapi bukan berarti mereka tidak bisa menghayati seluruh bunyi yang ada. Kebanyakan anak tunarungu masih memiliki sisa pendengaran pada daerah nada tinggi atau nada rendah. Anak tunarungu yang masih mempunyai banyak sisa pendengaran dapat menghayati bunyi lewat pendengarannya tetapi untuk anak tunarungu yang sisa pendengarnnya amat kecil mereka akan menghayati bunyi-bunyian lewat perasaan vibrasinya.
Anak tunarungu totalpun masih mampu mengamati dan menghayati bunyi atau dibuat sadar akan adanya bunyi dengan secara sistematis memberi kesempatan kepada anak tunarungu mengalami pengamatan bunyi, sehingga hal tersebut menjadi bagian dalam perkembangan jiwa mereka, suatu sikap hidup guna menjadi pribadi yang lebih utuh dan harmonis sehingga mereka akan tumbuh menjadi manusia yang lebih normal.
Berkat kemajuan teknologi derajat kehilangan pendengaran seseorang dapat diukur pada usia yang sangat dini bahkan kemajuan teknologi sekarang dapat mendeteksi ketunarunguan saat bayi masih dalam kandungan. Berdasarkan pengukuran ini anak tunarungu dapat digolongkan menurut sisa pendengaran yang masih ada.
Kemajuan teknologi juga ditandai dengan ditemukannya alat bantu mendengar (ABM) yang dari tahun ketahun semakin sempurna bentuknya dan makin sesui dengan kebutuhan anak. Penemuan ABM ini dapat memaksimalkan fungsi pendengaran anak terutama dengan latihan yang teratur dan berkesinambungan. Dalam kegiatan pembelajaran latihan mendengar dimasukkan dalam program khusus untuk anak tunarungu yaitu Bina komunikasi persepsi bunyi dan irama (BKPBI).
1.      Pengertian BKPBI
Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) ialah pembinaan dalam penghayatan bunyi yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, sehingga sisa-sisa pendengaran dan perasaan vibrasi yang dimiliki anak-anak tunarungu dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang penuh bunyi..
Pembinaan secara sengaja yang dimaksud adalah bahwa pembinaan itu dilakukan secara terprogram; tujuan, jenis pembinaan, metode yang digunakan dan alokasi waktunya sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan pembinaan secara tidak sengaja adalah pembinaan yang spontan karena anak bereaksi terhadap bunyi latar belakang yang hadir pada situasi pembelajaran di kelas, sepeti bunyi motor, bunyi helikopter atau halilintar, kemudian guru membahasakannya. Misalnya, “Oh kalian dengar suara motor ya ? Suaranya ‘brem... brem... brem...’ benar begitu ?”. Kemudian guru mengajak anak menirukan bunyi helikopter dan kembali meneruskan pembelajaran yang terhenti karena anak bereaksi terhadap bunyi latar belakang tadi.
2.      Tujuan BKPBI
Secara singkat tujuan BKPBI adalah sebagai berikut :
§  Agar anak tunarungu dapat terhindar dari cara hidup yang semata-mata tergantung pada daya penglihatan saja, sehingga cara hidupnya lebih mendekati anak normal.
§  Agar kehidupan emosi anak tunarungu berkembang dengan lebih seimbang.
§  Agar penyesuaian anak tunarungu menjadi lebih baik berkat dunia pengalamannya yang lebih luas.
§  Agar motorik anak tunarungu berkembang lebih sempurna.
§  Agar anak tunarungu mempunyai kemungkinan untuk mengadakan kontak yang lebih baik sebagai bekal hidup di masyarakat yang mendengar.
Dalam hal kemampuan berbicara, BKPBI dapat membantu agar anak tunarungu dapat membentuk sikap terhadap bicara yang lebih baik dan cara berbicara yang lebih jelas.
3.      Sarana BKPBI
Pelaksanaan program BKPBI perlu didukung sarana yang memadai pula agar hasil yang dicapai dapat maksimal, sarana BKPBI mencakup :
§  Ruang Khusus untuk kegiatan pembelajaran yang sebaiknya dilengkapi dengan medan pengantar bunyi (sistem looping).
§  Perlengkapan terdiri atas perlengkapan nonelektronik dan perlengkapan elektronik.
§  Alat-alat penunjang yaitu perlengkapan bermain.
§  Tenaga khusus pelaksana BKPBI hendaknya memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memiliki latar belakang pendidikan guru anak tunarungu, memiliki dasar pengetahuan tentang musik, dan memiliki kreativitas dalam bidang seni tari dan musik.
4.      Materi BKPBI
Materi pokok yang telah dituangkan dalam kurikulum BKPBI untuk anak tunarungu antara lain adalah:
a.       bunyi-bunyi latar belakang
b.      sifat bunyi
-       ada tidak ada bunyi
-       panjang pendek bunyi
-       keras lembut
-       cepat lambat
-       tinggi rendah
c.       sumber bunyi
d.      bunyi yang dapat dihitung
e.       arah bunyi
f.       macam-macam gerak dasar
g.      macam-macam gerak berirama
h.      lambang-lambang sifat bunyi
i.        lambing-lambnag titik nada dalam notasi musik
j.        tanda-tanda notasi musik
k.      pengenalan macm-macam alt musik
l.        cara memainkan macam-macam alat musik
m.    notasi musik
n.      persepsi bunyi bahasa
5.      Evaluasi BKPBI
Dalam menilai keberhasilan BKPBI hendaknya jangan tergesa-gesa. Biarkan kesadraan anak berkembang sedikit demi sedikit, pengalaman dan penghayatan  bunyi yang ditemukan sendiri akan menumbuhkan kesadaran yang mendasari keterampilannya memanfaatkan sisa pendengarannya secara aktif.
Tidak mudah untuk menentukan seberapa jauh latihan-latihan BKPBI telah mencapai sasarannya. Dr. A. Van Uden mengatakan kalau seorang anak tunarungu merasa senang menggunakan ABM  nya secara terus menerus dan tanpa ada orang yang menyuruh, hal ini berarti bahwa BKPBI telah mencapai sasarannya atau anak itu telah menikmati dunia bunyi, tanpa ABMnya ia akan merasa kehilangan kebersamaannya dengan dunia sekelilingnya. Keberhasilan BKPBI untuk setiap anak bergantung pada factor berikut:
§  derajat sisa pendengaran anak
§  intelegensi anak
§  metode dan pendekatan
§  kualifikasi guru latihan BKPBI
§   
Aspek yang dapat dievaluasi dalam kegiatan BKPBI adalah:
No.
Aspek yang dievaluasi
Penilaian
1.
Minat
  1. minat terhadap bunyi latar belakang
  2. minat terhadap latihan bina persepsi bunyi dan irama
  3. minat terhadap penggunaan alat bantu dengar


2.
Persepsi bunyi dan irama
  1. membedakan ada dan tak ada bunyi
  2. mengenal sumber bunyi
  3. menghitung bunyi
  4. membedakan sumber bunyi
  5. membedakan bunyi panjang-pendek
  6. membedakan bunyi keras-lembut
  7. membedakan bunyi tinggi-rendah
  8. membedakan bunyi cepat-lambat
  9. mengetahui arah bunyi
  10. mengikuti irama
  11. memainkan alat musik
  12. ekspresi gerakan


3.
Persepsi bunyi bahasa
  1. membedakan ada dan tak ada suara
  2. membedakan panjang-pendek suara
  3. memnbedakan keras-lembut suara
  4. mengetahui arah suara




B.                 Penutup
Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi yang dipaparkan diatas adalah salah satu contoh bentuk pembelajaran yang memasukan anak tunarungu di kelas regular untuk bersama-sama belajar dengan anak mendengar lainnya namun dalam waktu tertentu anak tunarungu tersebut diberikan latihan-latihan yang mampu membantu anak untuk memperoleh bahasa dan mengolah bahasa yang sudah dimilkinya lalu ditunjang dengan latihan BKPBI dan Bina Wicara.
Memasukan anak tunarungu ke dalam kelas inklusi tanpa memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut hanyalah sia-sia dan menambah penderitaan anak tunarungu saja. Untuk itu agar tidak menjadi penderitaan anak tunarungu sebaiknya sekolah harus benar-benar memberikan semua kebutuhan anak tunarungu dalam proses pembelajarannya melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran bahasa dengan didukung BKPBI dan Bina Wicara. Dengan demikian pembelajaran anak tunarungu yang dilakukan di kelas inklusi dapat bermakna, sehingga anak tunarungu keberadaanya di sekolah inklusi bukan hanya sekedar diterima namun juga terlayani secara kebutuhannya yang terkait dengan kemampuannya untuk berbahasa dan berkomunikasi tanpa harus mendiskriminasikannya.
2.                  Pendidikan khusus sebagai disiplin ilmu yaitu:
Fungsi preventif adalah upaya pencegahan agar tidak muncul hambatan belajar dan hambatan perkembangan akibat dari kebutuhan khusus tertentu.
Hambatan belajar pada anak dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu:
a.      Akibat faktor lingkungan.
Seorang anak dapat mengalami hambatan belajar karena bisa disebabkan oleh kurikulum yang terlalu padat, kesalahan guru dalam mengajar, anak yang terpaksa harus bekerja mencari nafkah, trauma karena bencana alam/perang, anak yang diperlakukan kasar di rumah dsb. Fungsi preventif pendidikan kebutuhan khusus adalah mencegah agar faktor-faktor lingkungan tidak menyebabkan munculnya hambatan belajar.
b.      Akibat faktor dari dalam diri anak itu sendiri.
Misalnya seorang anak yang kehilangan fungsi penglihatan atau kehilangan fungsi pendengaran yang dibawa sejak lahir, kondisi seperti itu dipandang sebagai hambatan belajar yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Fungsi preventif pendidikan kebutuhan khusus dalam hubungannya dengan kondisi seperti ini adalah mencegah agar kehilangan fungsi penglihatan atau pendengaran itu tidak berdampak buruk dan lebih luas kepada aspek-aspek perkembangan dan kepribadian anak.
c.       Interaksi antara faktor lingkungan dan faktor dari dalam diri anak. Misalnya seorang anak yang kehilangan fungsi pendengaran dan secara bersamaan anak ini hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak memberikan kasih sayang yang cukup, sehingga anak ini mengalami hambatan belajar yang disebabkan oleh faktor dirinya sendiri (kehilangan fungsi pendengaran) dan akibat faktor eksternal lingkungan. Fungsi preventif pendidikan kebutuhan khusus dalam konteks seperti ini adalah melokalisir dampak dari kehilangan fungsi pendengaran dan secara bersamaan menciptakan lingkungnan yang dapat memenuhi kebutuhan anak akan kasih sayang yang mungkin tidak diperoleh di lingkungan keluarganya.
Fungsi intervensi diartikan sebagai upaya menangani hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang sudah terjadi pada diri anak. Misalnya seorang anak mengalami gangguan dalam perkembangan kecerdasan/kognitif sehingga ia mengalami kesulitan dalam belajar secara akademik. Fungsi intervensi pendidikan kebutuhan khusus adalah upaya menangani anak agar dapat mencapai perkembangan optimum sejalan dengan potensi yang dimilikinya. Contoh lain, seorang anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan motorik (misalnya: cerebral palsy). Akibat dari gangguan motorik ini anak dapat mengalami kesulitan dalam bergerak dan mobilitas, sehingga akitivitasnya sangat terbatas. Fungsi intervensi pendidikan kebutuhan khusus dalam konteks ini adalah menciptakan lingkungan yang memungkin anak dapat belajar secara efektif, sehingga dapat mencapai perkembangan optimum sejalan dengan potensi yang dimilikinya. Dengan kata lain fungsi intervensi tidak dimaksudkan supaya anak yang mengalami kehilangan fungsi pendengaran agar dapat mendengar, tetapi dalam keadaan tidak dapat mendengar mereka tetap dapat belajar, bekerja dan hidup secara wajar bersama dengan orang lain dalam lingkungannya. Inilah yang disebut dengan coping, artinya anak dapat berkembang optimum dengan kondisi yang dimilikinya.
Fungsi kompensatoris dalam kontek pendididikan kebutuhan khusus diartikan sebagai upaya pendidikan untuk menggantikan fungsi yang hilang atau mengalami hambatan dengan fungsi yang lain. Seorang anak yang kehilangan fungsi penglihatan akan sangat kesulitan untuk belajar atau bekerja jika berhubungan dengan penggunaan fungsi penglihatan. Oleh karena itu kehilangan fungsi penglihatan dapat dialihkan/dikompensasikan kepada fungsi lain misalnya perabaan dan pendengaran. Salah satu bentuk kompensasi pada orang yang kehilangan penglihatan adalah pengunaan tulisan braille. Seorang tunanetra akan dapat membaca dan menulis dengan menggunakan fungsi perabaan. Seorang yang kehilangan fungsi pendengaran akan mengalami kesulitan dalam perkembangan keteramilan berbahasa, dan oleh sebab itu akan terjadi hambatan dalam interaksi dan komunikasi. Bentuk kompensasi dari adanya hambatan dalam interaksi dan komunikasi pada orang yang kehilangan fungsi pendengaran adalah pengunaan bahasa isyarat. Dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat fungsi penglihatan sangat berperan sebagai kompensasi dari fungsi pendengaran. Contoh lain jika di sekolah ada seorang anak yang mengalami hambatan dalam penggunaan fungsi motorik, ia akan sangat mengalami kesulitan dalam hal menulis. Ketika misalnya anak tersebut akan mengikuti ujian maka dapat dilakukan tindakan kompensasi dengan tidak mengikuti ujian secara tertulis melainkan dengan ujian lisan. Dalam hal aktivitas belajar, anak itu tidak dituntut untuk mencatat apa yang mereka pelajari tetapi dapat menggunakan cara lain misalnya menggunakan tape recorder atau apa yang akan dijelaskan oleh guru diberikan dalam bentuk teks. Melalui upaya kompensasi, anak akan tetap dapat mengikuti akitivtas belajar seperti yang dilakukan oleh anak lainya dengan cara-cara yang dimodifikasi dan diseuiakan dengan mengganti fungsi yang hilang/ tidak berkembang dengan fungsi lainnya yang masih utuh. (http://z-alimin.blogspot.com/2010/04/reorientasi-pendidikan-khususplb.html)
Fungsi perbaikan dan pengembangan dalam kontek pendidikan luar biasa merupakan upaya pendidikan untuk memperbaiki kondisi peserta didik berkebutuhan khusus supaya tidak semakin parah. Dalam pendidikan luar biasa masuk ke dalam program Terapi dan Okupasi. Salah satu programnya yaitu rehabilitasi. Tujuan dari program ini yaitu untuk membantu individu dengan kelainan dan atau gangguan fieik, mental maupun social, dengan penekanan pada aspek sensomotorik dan proses neurologis. Hal itu dicapai dengan cara memanipulasi, memfasilitasi, dan menginhibisi lingkungan, sehingga individu mampu mencapai peningkatan, perbaikan, dan pemeliharaan kualitas hidupnya.
Dengan demikian diharapkan anak dapat mencapai kemandirian dalam aktifitas produktifitas (sekolah/ akademik), kemampuan perawatan diri (self care), dan kemampuan penggunaan waktu luang (leisure) serta bermain sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

3.                  a.    Yang dimaksud dengan kerangka acuan operasional penyusunan kurikulum adalah kerangka sudut pandang dalam menyusun kurikulum.
     Hal-hal yang menjadi kerangka acuan dalam pembuatan kurikulum KTSP yaitu:
                                   1.        Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
                                   2.        Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu,  kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional dan sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
                                   3.        Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
                                   4.        Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
                                   5.        Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan  dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
                                   6.        Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
                                   7.        Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
                                   8.        Dinamika perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.
                                   9.        Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam  wilayah NKRI.
                                 10.      Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
                                 11.      Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
                                 12.      Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.
            b.         Dasar filosofis penyusunan kurikulum berbasis KTSP
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum yaitu:
a.          Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b.          Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c.          Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
d.         Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.          Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
               Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
C.            Alasan mengapa pada waktu menyusun kurikulum berbasis KTSP perlu mempertimbangkan keunggulan lokal yaitu kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.                  Struktur dan muatan kurikulum KTSP yaitu:
1.             Mata pelajaran
Berisi Struktur Kurikulum dan satuan pendidikan yang disusun berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah  terkait dengan upaya pencapaian SKL.
2.             Muatan lokal
Berisi tentang: jenis, stategi pemilihan dan pelaksanaan mulok yang diselenggarakan oleh sekolah. Dalam pengembangannya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
o   Muatan lokal merupakan kegiatan kurikulum yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan cirri khas dan potensi daerah termasuk keunggulan daerah.
o   Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
o   Substansi yang akan dikembangkan, materinya tidak sesuai menjadi bagian dari maple lain, atau terlalu luas substansinya sehingga harus dikembangkan menjadi maple tersendiri.
o   Merupakan mata pelajaran wajib yang tercantum dalam struktur kurikulum.
o   Bentuk penilaiannya kuantitatif (angka)
o   Setiap sekolah dapat melaksanakan mulok lebih dari satu jenis dalam setiap semester, mengacu pada minat dan atau karakteristik program studi yang diselenggarakan di sekolah.
o   Siswa boleh mengikuti lebih dari satu jenis mulok pada setiap tahun pelajaran sesuai dengan minat dan program mulok yang diselenggarakan sekolah.
o   Substansinya dapat berupa program keterampilan produk/ jasa, contohnya:
Bidang budidaya: tanaman hias, tanaman obat, dll.
Bidang pengolahan: pembuatan abon ikan, kerupuk, dll.
Bidang TIK dan lain-lain: web design, kewirausahaan, dll.
o   Sekolah harus menyusun SK, KD dan silabus untuk mata pelajaran mulok diselenggarakan oleh sekolah.
o   Pembelajaran dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran atau hanya ahli dari luar sekolah yang relevan dengan substansi mulok.
3.             Kegiatan pengembangan diri
Bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, minat, peserta didik dan kondisi sekolah.
Dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan bimbingan konseling atau ekstrakurikuler.
Bukan matapelajaran dan tidak perlu dibuatkan SK, KD dan silabus.
Dilaksanakan secara terprogram, rutin dan spontan dan keteladanan.
Penilaian dilakukan secara kualitatif yang difokuskan pada “perubahan sikap dan perkembangan perilaku peserta didik”.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau pembimbing oleh guru kelas atau mata pelajaran, konselor atau guru BK atau yg lain.
Penjabaran alokasi waktu ekuivalen dengan 2 jam pelajaran perminggu diserahkan kepada masing-masing pembimbing sekolah.
4.             Pengaturan beban belajar
Berisi tentang jumlah belajar per mata pelajaran. Sekolah dapat mengatur alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran. Pemanfaatan waktu alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan siswa dalam mencapai kompetensi.
5.             Ketuntasan belajar
Berisi tentang Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah.
6.             Kenaikan kelas, dan kelulusan
Berisi tentang criteria dan mekanisme kenaikan kelas dan kelulusan, serta strategi penangananan siswa yang tidak naik atau tidak lulus yang diberlakukan oleh sekolah.
7.             Penjurusan
berisi tentang jurusan yang ada di sekolah.
8.             Pendidikan kecakapan hidup
Bukan mata pelajaran tetapi substansinya merupakan bagian integral dari semua mata pelajaran.
9.             Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global
Dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran yang terintegrasi atau menjadi mulok.
Dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan atau satuan pendidikan nonformal.
10.         Program khusus (kompensatoris)
Berisi program khusus untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus seperti rientasi dan Mobilitas, Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi & Irama, Kemampuan Merawat Diri. (Disesuaikan dengan jenis kelainannya.)
Muatan kurikulum yang diuraikan di atas mencakup:
a.              Kurikulum kompensatoris: untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus
b.             Kurikulum akademik di atas standar nasional: kurikulum yang sudah distandarkan menurut standar nasional.
c.              Kurikulum akademik standar nasional: sudah distandarkan secara nasional.
d.             Kurikulum akademik di bawah standar nasional: sudah distandarkan menurut standar nasional.
e.              Kurikulum life skill: memuat tentang kurikulum yang berorientasi dengan kecakapan hidup.
f.                   Kurikulum vokasional: kurikulum yang berorientasi dengan keterampilan vokasional (kompetensi untuk bekerja)

5.                            a.         KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa
Pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
b.            KTSP berorientasi pada hasil belajar
Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
c.            Penyampaian dalam belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi
               metode yang digunakan tidak hanya satu model tetapi lebih. Hal ini untuk membuat pembelajaran lebih menyenangkan.
d.            Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber lainnya
Apapun dapat menjadi sumber. Dan posisi guru hanya sebagai fasilitator, motivator siswa. Sifat pembelajaran ini yaitu progress dan menuntut siswa yang harus aktif.
e.            Penilaian menekankan pada proses
Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur. Hasil akhir tak hanya berbentuk nilai tetapi proses mencapai kompetensi tersebut. Karena semua yang dilakukan merupakan hasil belajar yang perlu diberi penilaian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar