5.01.2012

STUDI KASUS DALAM PENDIDIKAN INKLUSI

Nama   : ERIC SUWARDANI
NIM    : 08103244029
Tugas   : Pendidikan Inklusi

1.      Kasus 1
Di kelas III terdapat 2 anak lamban belajar. Kedua anak duduk berdua di pojok paling belakang karena badan mereka yang besar dibanding anak lain. Ketika pembelajaran materi banjir guru menggunakan media 14 cerita bergambar banjir dan kartu benar salah untuk mengecek pemahaman siswa. Saat bercerita guru tidak memberikan perhatian untuk siswa lamban belajar dan kedua siswa tersebut tampak tidak memperhatikan guru menyampaikan cerita. Dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran guru hanya berdiri di depan kelas sehingga hanya anak yang duduk di depan yang tampak aktif menanggapi guru.
Analisis kasus:
Terdapat strategi pembelajaran yang kurang tepat yaitu:
-          Penempatan anak yang kurang  menyatu dengan anak lain. Hal ini tentu malah akan menjauhkan anak dari interaksi di kelas. Menempatkan anak di pojok paling belakang karena badan besar bukan untuk dijadikan alasan. Guru bisa menempatkan anak di sisi kanan dan kiri kelas paling depan. Jadi dengan posisi tersebut, anak tetap terpantau dan anak lain tidak tertutup badan anak yang besar. Atau dengan mengatur posisi tempat duduk bentuk melingkar atau later U. Posisi guru berada di posisi yang strategis dengan maksud supaya guru dalam menerangkan bisa lebih leluasa.
-          Situasi ketika guru sedang menceritakan tentang banjir. Guru tidak memberikan perhatian untuk siswa lamban belajar. Ditambah lagi anak tidak ada perhatian ketika guru menjelaskan. Guru harus mampu menciptakan kondisi fisik dan psikis kelas yang kondusif. Sangat penting bagi seorang guru memiliki jiwa perhatian lebih kepada anak-anak yang lamban belajar. Berilah kesempatan siswa lamban belajar untuk berbicara atau sekedar menyampaikan sebatas yang ia pahami. Berilah perhatian kepada anak reguler lain untuk ikut memberikan perhatian kepada siswa lamban belajar tentang materi belajarnya. Tentu ini sangat positif dan akan menciptakan lingkungan belajar yang kooperatif antara siswa dan guru.
-          Sikap guru yang monoton. Hanya berdiri di depan kelas ketika menjelaskan sampai di akhir pertemuan. Ini sangat tidak tepat. Seharusnya guru mampu memanfaatkan space ruang kelas untuk melakukan interaksi dengan siswa. Siswa pun menjadi merasa diperhatikan, guru menjadi lebih akrab dengan siswa. Guru bisa menunjuk 2 siswa yang lamban belajar untuk menyusun gambar tentang banjir di depan kelas. Ini sebagai wujud peran aktif siswa lamban belajar di kelas.

2.      Kasus 2
Di kelas II terdapat 1 siswa dengan hambatan mobilitas yang menggunakan kursi roda. Siswa tersebut duduk sendiri di pojok paling belakang. Guru mengajarkan materi puting beliung dengan media gambar. Guru lebih banyak berdiri di depan kelas sehingga tidak banyak berinteraksi dengan siswa yang duduk di belakang termasuk ATD. Siswa tersebut juga tidak banyak berinteraksi dengan siswa lain selain memang posisi tempat duduk yang menyulitkan siswa tersebut pemalu disepanjang pelajaran. Siswa ATD lebih banyak diam.
Hal yang menjadi fokus pembahasan yaitu:
-          Penempatan siswa ATD yang kurang tepat. Seakan siswa dipisahkan dari komunitas belajar hanya karena menggunakan kursi roda. Guru bisa menyetting ruang kelas dengan space agak lebar di bagian tengah kelas untuk mobilitasnya. Tempatkan anak di tengah-tengah antara meja kanan dan kiri siswa reguler. Dengan begitu siswa bisa berjalan menggunakan kursi roda kedepan kebelakang. Dan yang pasti anak posisikan yang dekat dengan papan tulis dan guru.
-          Sikap guru yang monoton. Ini membuat siswa kehilangan perhatian terhadap materi. Ciptakan interaksi antara guru dan siswa yaitu dengan memanfaat media gambar. Libatkanlah siswa untuk menyusun gambar misalnya.
-          Guru yang belum memahami muridnya. Siswa ATD lebih banyak diam. Seharusnya guru harus pandai mengenali siswanya. Siswa ATD harus dilibatkan dalam pembelajaran. Sebagai contoh: siswa menjelaskan tentang puting beliung di depan kelas meskipun mengguanakan kursi roda.
3.      Kasus 3
Di kelas V terdapat 1 siswa gangguan penglihatan. Siswa duduk dipojok paling depan. Guru menyampaikan materi gempa menggunakan media 16 cerita bergambar. Semua anak tampak antusias kecuali siswa tunanetra. Selain bercerita guru memutarkan CD yang berisi materi gempa seperti sandiwara radio. Siswa tunanetra tampak antusias tetapi siswa lain tetap kelihatan gelisah dan ribut sendiri.
Hal yang kurang tepat yaitu:
-          Mengajar siswa tunanetra harus tahu tentang karakteristik siswa tunanetra. Siswa tunanetra belajar menggunakan indera nonvisual kecuali untuk yang low vision. Masih dimungkinkan untuk melihat. Siswa tunanetra tidak cocok belajar menggunakan media yang sifatnya visual. Ada 2 jenis media. Guru bisa mngkombinasikan kedua jenis media ke dalam satu waktu pembelajaran. Media gambar untuk siswa reguler dan CD untuk siswa reguler dan tunanetra. Guru menjelaskan gempa dengan gambar dan diputar CD untuk penjelasan yang lebih lengkap. Untuk menjalin interaksi, jalinlah sebuah forum diskusi. Berilah  kesempatan kepada siswa tunanetra untuk berbicara tentang materi gempa. Dudukkan siswa tunanetra dekat guru agar supaya siswa mudah berinteraksi dan guru lebih mudah mengawasinya.
4.      Kasus 4
Di kelas III terdapat 1 siswa hiperaktif yang tidak dapat duduk diam di kelas. Guru mengajarkan gunung berapi dengan metode ceramah dan menuliskan di papan tulis sepanjang guru menyampaikan materi anak berlari di kelas sehingga anak-anak yang lain juga tidak dapat memusatkan perhatian.
-          Guru tidak tepat menggunakan metode ceramah apabila di kelas terdapat anak hiperaktif. Guru harus mampu membuat siswa hiperaktif untuk duduk tenang. Tempatkan siswa di dekat guru supaya guru bisa mengawasinya dengan jarak dekat.
-          Guru bisa melibatkan siswa hiperaktif untuk menulis di papan tulis. Mungkin ini bisa membuat siswa hiperaktif tenang dan tidak berlari-lari di dalam kelas.
5.      Kasus 5
Di kelas II terdapat 1 siswa tunarungu duduk di pojok paling belakang. Guru mengajarkan materi gempa dengan media 16 cerita bergambar. Ketika bercerita mulut guru tertutup oleh gambar dan tidak ada perhatian yang diberikan untuk anak ketika menggunakan kartu benar salah untuk mengecek pemahaman anak. Pertanyaan hanya ditujukan untuk kelas besar.
Hal yang kurang tepat yaitu:
-          Siswa tunarungu belajar dengan indera nonaudio. Penggunaan media gambar sudah tepat namun pelaksanaannya yang belum pas. Siswa dalam memahami penjelasan dengan melihat gerak mulut yang berbicara. Sebaiknya guru dalam menjelaskan, posisi mulut jangan ada yang menutupi sehingga siswa tunarungu bisa melihat dengan jelas dan mengerti apa yang disampaikan. Tentunya dengan dibantu bahasa isyarat.
-          Pengajuan pertanyaan kurang tepat. Kemampuan pemahaman setiap siswa itu berbeda apalagi yang tunarungu. Maka guru mengajukan pertanyaan kalau bisa sifatnya individual. Berilah waktu untuk siswa tunarungu untuk menjelaskan tentang pemahamannya kepada teman-teman di depan kelas. Perlu ada pendampingan GPK untuk bahasa isyaratnya. Siswa yang lain bisa dibentuk kelompok kecil.
6.      Kasus 6
Di kelas III terdapat anak autis sangat senang melihat serangga. Anak dapat berkomunikasi dengan bahasa sederhana. Dia duduk sendiri di pojok paling belakang. Ketika pembelajaran materi tanah longsor, guru menjelaskan dengan menuliskan hal penting di papan tulis. Anak lain mencatat apa yang ditulis guru di depan. Sementara anak autis asyik memainkan kincir air.
Hal yang kurang tepat:
-          Penempatan siswa sebaiknya di samping kelas. Sehingga guru lebih mudah berinteraksi dan mengawasi anak autis. Biarkan anak sibuk dengan keasyikannya. Karena anak mampu berbahasa sederhana ajaklah berkomunikasi tentang apa yang menjadi kesenangannya. Menurut saya anak autis sulit  untuk disamakan dalam belajar. Misalnya anak lain belajar tentang tanah longsor, anak autis sulit untuk mengikutinya. Cara belajar anak autis yaitu sesuai mood. Jadi, guru harus memperhatikan hal menarik apa bagi anak itulah yang menjadi topik belajarnya. Kuncinya jangan memaksa anak untuk belajar apa yang tidak disenanginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar